#Just Saying#

Ehem, morniiing..
Lagi nunggu sarapan dateng, posting dulu bentar ye..


Terkadang, kita sebagai perempuan sering lupa diri, lagi kesal sama seseorang, langsung bikin status di FB, atau ngetweet, atau ngganti status BBM. Tidak suka dengan sesuatu, atau tidak setuju dengan pendapat orang lain juga begitu...

#Lap keringet#
Iya, saya sebagai perempuan, mengakui kalau kita itu gampang banget ya... mengeluarkan kata kata, tanpa berpikir panjang terlebih dahulu..
contohnya ya lewat jejaring sosial itu, yang dengan gampang kita curahkan segala perasaan kita hanya dengan gerakan jari di ponsel.

tapi pernahkah kita memikirkan akibatnya??

Saya sudah kena batunya.

Meski tidak terlalu sering update status di FB, juga jarang nge-tweet, tapi saya pernah melakukan kesalahan fatal. suatu saat, saya sedang kesal sama seseorang, saya nge-tweet, karena tau, cuman disitu, kami tidak berhubungan (maksudnya saya berteman dengan dia di FB, tapi di twitter kami tidak saling follow)

ada tiga tweet saya  yang berisikan tentang dia, saya tidak sebut nama, tweetnya berupa keluhan, bahwa saaya keberatan dengan sifat dia yang mudah emosi, seenak sendiri dan keluhan saya tidak tahu bagaimana cara menghadapi dia.
saya merasa aman nge-tweet karena dia toh tidak baca tweet saaya bukan ? #Bodohnya, sampai sekarang saya juga tidak tahu apa manfaat saya men tweet hal - hal semacam itu ? Bukannya selesai masalahnya setelah saya nge-tweet kan? #

Beberapa hari kemudian, saya mendapat kejutan.

tahu kan, dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang kala kita menemukan satu titik dimana komunikasi tidak jalan, atau miskomunikasi, begitu ya, meski kebanyakan orang bisa melalui hal semacam itu, ada juga beberapa saat kita terjebak dalam situasi seperti itu, dan hasilnya bisa dua kemungkinan, : berbaikan kembali, atau malah menjauh sekalian. apalagi kalau masalah nya tidak bisa dibahas secara tuntas.

Ini terjadi pada saya.

dengan orang yang selama ini saya anggap dekat dengan saya. Entah bagaimana, miskomunikasi ini berlanjut, dan saya merasa ini akan selesai seperti biasanya, dan kita akan normal lagi. ternyata tidak.

dia membaca tweet saya, dan merasa saya sedang men tweet tentang dia (tweet saya yang berupa keluhan tentang seseorang itu)..

Saya kena batunya.

Sehingga masalah itu menjadi kian rumit, dan tidak bisa terselesaikan.

Dia balas mentweet dengan kata kata yang..., membuat saya sedih sekali membacanya, apalagi hubungan kami selama ini dekat. saya menangis.. betapa merasa.. kata kata itu luar biasa menyakitkan dan menjadi pedang yang mengiris iris hati saya.

Suami yang sudah mengetahui masalah ini dari awal, menyikapi dengan bijaksana.

Dimulai dari awal menganalisa semua masalah, lalu Suami mengatakan "Masalah ini tidak usah dibesar-besarkan, Yang harus kau lakukan adalah : DIAM, sampai semua masalah ini selesai, dan tidak menambah masalah baru lagi "

Berat sekali bagi saya, apalagi saya merasa, dia harus tahu bahwa saya sama sekali tidak seperti yang dia kira. bahwa saya ingin membela diri, bahwa saya ingin hubungan saya dengan dia tetap baik,  bahwa saya benci sekali permusuhan, menjelaskan bahwa tweet tweet saya yang itu sama sekali bukan untuk dia...

tapi bertambah juga tweet tweet dia yang lain, yang menambah sesak, lalu dia unfollow saya!

Memang di setiap tweet pedasnya itu, dia tidak pernah menyebutkan nama atau siapa. (ini juga membuat suami bersikeras , dan saya berusaha mempercayainya penuh, bahwa tweet itu memang bukan untuk saya !) #Mencoba berpikir Positif#

saya pun akhirnya menuruti sang suami, sambil menetapkan hati, bahwa masalah yang benar benar tidak jelas ini tidak boleh memberi pengaruh buruk bagi saya, maupun lingkungan di sekitar saya.

Meski beberapa hari setelah itu, perasaan saya memang benar benar down, merasa gagal, merasa sedih, merasa .. ah campur aduk, karena ya itu tadi, selama ini kita dekat, kalo selama ini kita seperti orang biasa ya sebodo amat , gitu kan..

tapi akhirnya saya bisa melewati semua itu, saya bisa lapang dada, dan meskipun komunikasi tidak jalan lagi, tapi setidaknya saya tidak membencinya, saya tidak mempunyai dendam kepadanya, dan saya hanya diam, tidak meledak, tidak sampai membuat rusuh (hah, emang apaan ya? :D ) Pokoknya keadaan jadi tenang dan damai, meskipun kami tidak bisa seperti dulu lagi.

Sang Suami pun menilai saya sudah naik kelas...
dan saya senang karena suami tidak membela siapa siapa, dan dengan bijaksana berdiri di tengah tengah.

#My Husband = My Best Friend#

Jadi begitulah teman, betapa dahsyatnya ternyata sebuah kata - kata (dalam hal ini status atau tweet, Hehehhe)

Memetik pelajaran dari semua itu, Sang Suami yang punya akun FB tapi setahun sekali bikin status, menyarankan kepada saya, untuk mengurangi atau bahkan meniadakan, tweet tweet saya tentang perasaan, status FB yang gak jelas, atau gak penting, karena tidak ada manfaatnya untuk saya. malah bisa jadi, orang akan menilai dari status-status kita, misalnya status-status kita yang selalu negatif, mengeluh, maarah-marah,

Benar, semua yang Suami katakan adalah benar...

Saya mengerti, dan memang seharusnya kita bisa belajar dari pengalaman orang lain.

Nah bagi kalian, yang masih sering bikin status gak penting, atau mengeluh yang gak seharusnya di dunia jejaring sosial, huaaa ayo kita berubah, kalau mau curhat pribadi jangan di FB, atau di Twitter, (atau di blog? heheheh bukan curhat, ya, berbagi pengalaman ini mah... #ngeles#)

Sarapan dulu yee...
Senangnya sudah berbagi... (xixixixixixi)
NASI UDUK plus bakwan





Komentar

  1. jadi lebih berhati-hati ya sekarang. kalau di fB aku cuma khusus komen aja gak pernah pasang status :) twit juga gak pernah kecuali ada kuis hahaha

    BalasHapus
  2. Bener mbak Lid, daripada sibuk dengan dunia maya, bagusan ngurusin keluarga ya.. fb, bbm, tweet hanya sebagai selingan sajah...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ara dan Sekolah

Perfect Morning

Cerita waktu listrik mati....